Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar-menukar barang dengan barang. Kata bay' yang artinya jual beli termasuk kata bermakna ganda yang berseberangan, seperti halnya kata syiraa' yang termaktub dalam ayat,
"Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah." (Yusuf: 20)
"Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir." (al-Baqarah: 102)
Baik penjual maupun pembeli dinamakan baa'i'un dan bayyi'un, musytarin dan syaarin. Secara terminologi, jual beli menurut ulama Hanafi adalah tukar-menukar maal (barangatau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu. Atau, tukar-menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu'aathaa' (tanpa ijab qabul).
Dengan demikian, iual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk jual beli, karena tidak sah. Begitu pula, jual beli seperti bangkai, debu, dan darah tidak sah, karena ia termasuk jual beli barang yang tidak disenangi.
Imam Nawawi dalam kitab Majmu' mengatakan bahwa jual beli adalah tukar-menukar barang dengan barang dengan maksud memberi kepemilikan. Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mugnia mendefinisikan jual beli dengan tukar-menukar barang dengan barang yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak milik. Kata bay' adalah pecahan dari kata baa'un (barang), karena masing-masing pembeli dan penjual menyediakan barangnya dengan maksud memberi dan menerima.
Kemungkinan juga, karena keduanya berjabat tangan dengan yang lain. Atas dasar itulah, jual beli (bay') dinamakan shafaqah yang artinya transaksi yang ditandai dengan jabat tangan. Maksud dari maal (harta dan barang) itu sendiri, menurut ulama Hanafi, adalah segala sesuatu yang disukai oleh tabiat manusia dan bisa disimpan sampai waktu dibutuhkan. Sedangkan standar sesuatu itu disebut maal adalah ketika semua orang atau sebagian dari mereka memperkaya diri dengan maal tersebut. Prof. Ahmad Musthafa az-Zarqa mengkritik definisi maal di atas, lalu menggantinya dengan definisi yang lain, yaitu maal adalah semua barang yang memiliki nilai material menurut orang. Berdasarkan hal inilah maka menurut ulama Hanafi, manfaat dan hak-hak tidak termasuk kategori maal (harta), sementara bagi mayoritas ahli fiqih, hak dan manfaat termasuk harta yang bernilai. Pasalnya, menurut mayoritas ulama, tujuan akhir dari kepemilikan barang adalah manfaat yang ditimbulkannya. Karena itu, yang dimaksud jual beli adalah transaksi yang terdiri dari ijab dan qabul.
Referensi: Kitab Fiqh Islam wa Adillatuhu - Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili
0 Komentar