Kita tahu bahwa fiqih adalah aspek
aktual dari Syariah Islam. Syariat Islam sangat luas. Ini adalah seperangkat
hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk mengatur hamba-hamba-Nya. Hukum yang
ditetapkan oleh Allah melalui Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di sisi lain, hukum-hukum
tersebut ada yang mengatur tata cara berkeyakinan dan ada yang mengatur tata
cara amal-amal praktis. Hal pertama yang
dipelajari adalah ilmu kalam atau ilmu tauhid sedangkan hal kedua yang dibahas
adalah ilmu fiqih.
Ketika Rasul dan para sahabatnya masih hidup, fiqih sudah mulai muncul dan berangsur-angsur berkembang. Munculnya diskusi tentang fiqih memang sangat dini. Hal ini dikarenakan para sahabat selalu ingin mengetahui hukum-hukum fenomena baru yang muncul pada masanya. Dalam perkembangan selanjutnya, fiqih selalu diperlukan untuk mengatur hubungan sosial antar manusia, mengetahui hak dan kewajiban setiap orang, mewujudkan kemaslahatan baru atau menghilangkan mudharat dan kerusakan yang ada. Fenomena ini terjadi setiap saat. Fiqih Islam memiliki banyak keistimewaan, di antaranya
1. FIQIH BERASASKAN KEPADA WAHYU ALLAH
Berbeda dengan
hukum-hukum positif yang ada, materi fiqih bersumber dari wahyu Allah dalam
Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dalam menyimpulkan hukum syara' (istinbath),
setiap mujtahid harus mengacu pada nash-nash yang terkandung dalam kedua sumber
tersebut, mengambil semangat syariat sebagai pedoman, memerhatikan
tujuan-tujuan umum syariat Islamiyyah, dan juga berpegang kepada kaidah serta
dasar-dasar umum hukum Islam.
Dibandingkan dengan hukum-hukum positif yang ada, fiqih Islam memiliki lebih banyak keunggulan dalam hal pembahasannya. Fiqih mengatur tiga hubungan utama manusia, yaitu hubungan mereka dengan Sang Pencipta, hubungan mereka dengan diri mereka sendiri, dan hubungan mereka dengan masyarakat. Hukum fiqih adalah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat, sehingga semua urusan agama dan negara diatur. hukum fiqih juga dimaksudkan untuk mengatur semua manusia, sehingga dia kekal hingga hari akhir.
3. FIQIH SANGAT KENTAL DENGAN KARAKTER KEAGAMAAN (HUKUM HALAL DAN HARAM)
Fiqih memiliki keunggulan dibandingkan hukum-hukum positif yang ada. Dalam fiqih, setiap karya bergenre muamalat harus dikaitkan dengan konsep halal dan haram. Berdasarkan hal tersebut, hukum muamalat dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok: Pertama, hukum duniawi. Yaitu keputusan hukum yang didasarkan atas tindakan atau perilaku lahiriah. Hukum seperti ini tidak ada hubungannya dengan sikap batiniah seseorang. Inilah yang dinamakan dengan "hukum pengadilan" (al-hukm al-qadhaa'i), karena seorang hakim memutuskan hukum berdasarkan pengamatan yang ia mampui saja. Dari sudut lahiriah, keputusan seorang hakim tidak akan menyebabkan hal yang batil meniadi kebenaran, atau suatu kebenaran meniadi kebatilan. Begitu juga, ia tidak akan menjadikan kehalalan menjadi keharaman atau sebaliknya keharaman menjadi halal. Hasil keputusan hakim mengikat dan harus dilaksanakan, berbeda dengan hasil keputusan fatwa. Kedua, hukum ukhrawi. Yaitu, keputusan hukum yang didasarkan kepada kondisi yang sebenarnya, meskipun kondisi tersebut tidak diketahui oleh orang lain. Hukum ini digunakan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Hukum ini dinamakan dengan "hukum agama" (al-hukmu ad-diyaan) dan yang digunakan oleh mufti dalam memberikan fatwa. Sehingga, yang dimaksud dengan fatwa adalah menginformasikan hukum syara' tanpa ada konsekuensi mengikat.
4. FIQIH MEMPUNYAI HUBUNAAN YANG ERAT DENGAN AKHLAK
Perbedaan antara
fiqih dengan undang-undang ciptaan manusia ialah hukum fiqih terpengaruh dengan
prinsip-prinsip akhlak. Sedangkan undang-undang ciptaan manusia, tujuannya
hanyalah untuk mengekalkan peraturan dan ketenteraman masyarakat, walaupun
dengan mengorbankan sebagian prinsip agama dan akhlak. Fiqih menekankan keutamaan,
idealisme, dan akhlak yang mulia' Atas dasar itu, maka ibadah disyariatkan
untuk membersihkan jiwa dan menyucikannya, supaya dapat menjauhkannya dari
kemungkaran.
5. BALASAN DI DUNIA DAN AKHIRAT BAGI YANG TIDAK PATUH
Keistimewaan fiqih
dibanding dengan hukum buatan manusia adalah bahwa hukum buatan manusia hanya
memberi balasan kepada mereka yang tidak taat. Sedangkan fiqih memiliki dua
macam pembalasan, yaitu (pertama) balasan duniawi dalam bentuk hukuman
yang telah ditetapkan oleh nash (hudud) dan yang tidak ditetapkan
oleh nash (ta'zir) bagi kesalahan zahir yang dilakukan oleh
manusia. (Kedua) balasan ukhrawi bagi perbuatan hati yang tidak
kelihatan yang dilakukan oleh manusia seperti hasad, dengki, azam untuk mendatangkan
kemudharatan kepada orang lain, dan juga hukuman itu akan dikenakan bagi
perbuatan zahir yang tidak dapat dihukum di dunia karena kelalaian dalam melaksanakan
hukuman jinayah-seperti tidak terlaksananya hukuman hudud yang berlaku pada
masa kini di kebanyakan negara, ataupun karena tidak dapat dibuktikan
kesalahannya secara zahir, atau karena tidak diketahui oleh pihak berkuasa.
6. FIQIH MEMPUNYAI CIRI SOSIAL KEMASYARAKATAN
Dalam hal fiqih dilakukan
upaya-upaya untuk melindungi kepentingan baik individu maupun kelompok,
sehingga kepentingan yang satu tidak mengesampingkan kepentingan yang lain.
Namun, jika terjadi konflik antara dua kepentingan, kepentingan bersama yang
diutamakan. Demikian pula, jika ada konflik kepentingan antara dua individu,
hak didahulukan adalah kepentingan orang yang paling menderita. Ini didasarkan
pada prinsip "Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan tidak
boleh memudharatkan yang lain," dan juga prinsip, "Kemudharatan
yang lebih besar ditolak dengan kemudharatan yang lebih kecil."
7. FIQIH SESUAI UNTUK DITERAPKAN PADA MASA APA PUN
Prinsip-prinsip
utama fiqih adalah prinsip-prinsip yang kekal dan tidak akan berubah; seperti
prinsip kerelaan dalam kontrak, prinsip ganti rugi, pemberantasan tindakan
kriminal, perlindungan terhadap hak, dan juga prinsip tanggung jawab pribadi.
Adapun fiqih yang dibangun berdasarkan qiyas, menjaga maslahah dan 'urf
dapat menerima perubahan dan perkembangan disesuaikan dengan keperluan zaman,
kemaslahatan manusia, situasi dan kondisi yang berbeda, baik masa maupun
tempat, selagi keputusan hukumnya tidak melenceng dari tujuan utama syariah dan
keluar dari asasnya yang betul. Tetapi ini hanya di dalam masalah muamalah,
bukan dalam aqidah dan ibadah. Inilah yang dikehendaki dengan kaidah "Hukum
berubah dengan berubahnya masa."
8. TUJUAN PELAKSANAAN FIQIH
Tujuan pelaksanaan fiqih ialah untuk memberikan kemanfaatan yang sempurna, baik pada tataran individu atau tataran resmi, dengan cara merealisasikan undang-undang di setiap negara Islam berdasarkan fiqih. Karena, tujuan akhir dari fiqih ialah untuk kebaikan manusia dan kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan undang-undang ciptaan manusia ialah, semata-mata untuk mewujudkan kestabilan masyarakat di dunia. Referensi: Buku Fiqih Islam wa Adillatuhu Karya Syekh Wahbah az-Zuhaili
0 Komentar